Senin, September 10, 2007

My History....

Aku terlahir sebagai anak pertama dengan rambut kuning dan kulit badan hitam dari lima bersaudara, empat laki-laki dan satu perempuan. Bapak berasal dari salah satu desa di Purbalingga sedangkan ibuku berasal dari salah satu desa di Semarang. Kehidupan kami sangat harmonis walau pun dengan pendapatan bapak yang pas-pasan. So…aku adalah keturunan Jawa tulen.

Aku lahir di desa dimana tempat ibuku dilahirkan. Semenjak balita aku dan adik perempuanku di bawa pergi merantau ke Jakarta oleh kedua orang tuanku. Menginjak umur lima tahun aku mulai mengenal apa itu sekolah. Aku sekolah di salah satu Taman Kanak-Kanak di Jakarta. Lokasinya pun tidak begitu jauh dari tempat tinggalku.

Setahun aku sekolah di sana. Begitu wisuda aku dan adik peremuanku di bawa pindah ke Semarang oleh ibuku, untuk melanjutkan ke Sekolah Dasar di sana. Kami tinggal dekat dengan rumah mbah putri (nenek) Sementara bapakku masih di Jakarta, karena tempat kerjanya di Jakarta.

Di Semarang, akau didaftarkan sekolah di Sekolah Dasar Negeri yang ada di kampungku. Memasuki hari-hari pertama aku masuk sekolah kelas 1, aku sering mendapat ejekan dari beberapa temenku. Pada saat itu mereka sering menyebutku londo ireng (belanda hitam), —memeng betul—, rambutku kuning dan kulit hitam.
Aku sekolah SD di Semarang tidak lama —kelas 1 SD sampai dengan kelas 2 SD, kelas 3 SD aku pindah sekolah ke daerah Purbalingga.

Sebagai murid baru, pada waktu itu aku sempet merasa bingung dengan bahasa sehari-hari yang dipakai (bahasa ngapak), beda dengan bahasa yang aku kenal dan mengerti. Selain itu peraturan sekolah yang mengizinkan anak didiknya tidak memakai sepatu, karena didukung oleh situasi dan kondisi kampung yang pada saat itu memang belum berkembang, listrik belum ada dan jalanpun masih tanah merah campur dengan batu. Aku tinggal dan sekolah di Purbalingga terhitung lama, dari kelas 3 SD sampai kelas 2 SMP semester 1.

Maning-maning pindah…

Ya…itulah yang terjadi, kali ini aku pindah bukan ke Semarang melainkan ke Jakarta. Aku dan keluargaku pindah karena dipanggil bapakku untuk tinggal dan berkumpul di Jakarta. Setelah kami berkumpul, jadilah satu keluarga yang besar.

Melanjutkan sekolah di salah satu SMPN Jakarta…

Kembali lagi aku menjadi murid baru di sekolah. Sebagai murid baru, waktu itu aku masih sangat kuper dan minder…gimana engga, aku belom kenal dengan siapapun, belum lagi pola pendidikan yang berbeda dengan di daerah. Di awal hasil ulangan, nilaiku sempet hancur dan sangat mengecewakan. Walau demikian aku ga malu, pengalaman itu kujadikan spirit buat aku, akhirnya aku lulus SMP dengan nilai lumayan tinggi dan diterima di SLA Negeri di daerah Rawamangun. Dengan sangat menyesal aku mengurungkan niat untuk sekolah disana, karena pada saat itu aku belum tahu lokasinya.

Sekolah lanjutan atas
Daripada tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan sekolah SLA di daerah Pasarminggu. Di hari pertama sekolah, aku mengikuti program penatara P4. Selama mengikuti program tersebut dimana salah satu programnya adalah baris berbaris, aku selalu ditugaskan sebagai kepala regu. Semua berawal dari kebandelanku, di saat upacara berlangsung, aku datang terlambat dan baju pun tidak rapi. Dari kejadian itulah aku pertama kalinya mendapat sanksi —dijemur di lapang —push up —lari keliling lapang sampai beberapa kali putaran.

Pelajaran baris berbaris kami dapatkan dari bapak-bapak TNI, bisa sibayangkan bagaimana kerasnya mereka mendidik, kami dianggap sebagai prajurit.

Seiring dengan berjalannya waktu, aku pun naik kelas 2, dan mulai kelas 2 inilah aku belajar berorganisasi. Aku mencalonkan diri untuk menjadi anggota OSIS dan terpilih sebagai Ketua OSIS. Selain menjadi ketua OSIS, aku juga sebagai ketua kelas (kelas 1 — kelas 3). Selama tiga tahun aku sekolah di SLA, dan dari sinilah wawasanku bertambah dari mulai berorganisasi sampai dengan hal yang lain.

Kuliah…

Lulus dari SLA aku melanjutkan kuliah di salah satu universitas di Jakarta Timur, dan berkecimpung di dalam organisasinya. Disinilah otakku terangsang untuk lebih berfikir tidak seperti masa-masa SLA sebelumnya yang penuh dengan guyon dan hura-hura. Selama empat tahun aku kuliah dan akhirnya wisuda.

Tidak ada komentar: